Tuesday, 22 March 2022

Wisata Alam Bukit Bangkirai


 Jika anda ingin berwisata di akhir pekan, kawasan wisata alam Bukit Bangkirai yang terletak di Kecamatan Samboja mungkin dapat dijadikan pilihan liburan bersama keluarga, relasi atau kekasih. Di kawasan Bukit Bangkirai ini, wisatawan dapat menikmati suasana hutan hujan tropis yang masih alami dan bahkan kicauan burung dan suara-suara satwa hutan lainnya pun masih dapat didengarkan.

Tak hanya itu, para wisatawan yang memiliki masalah berada di ketinggian mungkin dapat mencoba tantangan untuk meniti canopy bridge atau jembatan tajuk yang digantung menghubungkan 5 pohon Bangkirai. Tentunya ada perasaan ngeri namun mengasyikkan bila menyusuri jembatan gantung di ketinggian 30 meter dari muka tanah sementara desiran angin yang sejuk cukup membuat bulu kuduk merinding, apalagi jembatan semakin berayun-ayun di saat kita baru mencapai separo jalan.

Tapi bagi yang jiwanya tidak memiliki masalah terhadap ketinggian, berjalan menyusuri canopy bridge sungguh menyenangkan. Dari atas canopy bridge, wisatawan dapat dengan leluasa melihat panorama hutan hujan tropis (tropical rain forest) Bukit Bangkirai serta mengamati dari dekat formasi tajuk tegakan “Dipteropcarpaceae” yang menjadi ciri khas hutan hujan tropis, yang membentuk stratum atas yang saling sambung menyambung.

Panjang keseluruhan canopy bridge yang ada di Bukit Bangkirai adalah sepanjang 64 meter yang menghubungkan 5 pohon Bangkirai. Untuk mencapai canopy bridge, terdapat dua menara dari kayu ulin yang didirikan mengelilingi batang pohon Bangkirai.

“Canopy bridge yang ada di Bukit Bangkirai ini merupakan yang pertama di Indonesia, kedua di Asia dan yang kedelapan di dunia. Konstruksinya dibuat di Amerika Serikat, dan dari segi keamanan juga cukup terjamin.” kata Ir Ruspian Noor, salah seorang petugas dari PT Inhutani I.

Sebagai kawasan wisata alam, berbagai sarana dan prasarana telah dipersiapkan bagi para wisatawan yang datang seperti restoran dengan menu yang cukup bervariasi, lamin untuk pertemuan yang mampu menampung 100 orang, serta penginapan berupa cottage dengan fasilitas AC maupun jugle cabin, yakni cottage yang tidak dilengkapi fasilitas listrik sehingga wisatawan yang menginap disitu dapat merasakan suasana hutan yang sebenarnya.

Kawasan Bukit Bangkirai yang luasnya mencapai 1.500 hektare ini merupakan kawasan hutan konservasi yang mempunyai peran penting untuk mengembangkan monumen hutan alam tropika basah yang dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan lingkungan dan kehutanan.

Kawasan hutan wisata ini bertujuan untuk mengembangkan potensi wisata alam dan penelitian ilmiah serta meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan dan hutan. Pada tanggal 14 Maret 1998, 510 hektare dari kawasan ini diresmikan sebagai kawasan wisata oleh Djamalludin Suryohadikusumo, Menteri Kehutanan RI pada Kabinet Pembangunan VI sebagai upaya pengembangan potensi wisata alam dan ilmiah serta untuk meningkatkan kecintaan terhadap lingkungan terutama pada flora dan fauna.

Kawasan wisata alam ini diberi nama Bukit Bangkirai karena dominannya pohon jenis Bangkirai yang tumbuh di kawasan hutan lindung ini. Pohon Bangkirai pun kemudian dijadikan maskot utama obyek wisata yang telah mendunia ini. Di kawasan ini banyak terdapat pohon Bangkirai yang berumur lebih dari 150 tahun dengan ketinggian mencapai 40 hingga 50 m, dengan diameter 2,3 m. Pertumbuhan banir (akar papan) yang besar dan kuat menjadikan pohon ini memiliki nilai keindahan tersendiri.

Bukit Bangkirai terletak sekitar 150 km dari kota Tenggarong atau Samarinda dan hanya sekitar 58 km dari arah kota Balikpapan serta 20 km dari ibukota Kecamatan Samboja. Untuk mencapai kawasan wisata alam ini, wisatawan dapat menempuhnya melalui jalan darat dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua.

Secara geografis, kawasan Bukit Bangkirai termasuk dataran rendah (primary lowland) “Dipterocarp forest” yang stabil, sehingga kawasan ini dijadikan tempat invasi burung dari wilayah Kawasan Hutan Taman Wisata Bukit Soeharto (sekitar 30 km) maupun wilayah sekitarnya yang terkena pengaruh kebakaran hutan. Dari pengamatan yang telah dilakukan, terdapat 113 jenis burung yang hidup di kawasan Bukit Bangkirai ini.

Jenis-jenis fauna yang ada di kawasan Bukit Bangkirai adalah Owa-Owa (Hylobates muelleri), Beruk (Macaca nemestrina), Lutung Merah (Presbytus rubicunda), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Susvittatus), Bajing Terbang (Squiler) serta Rusa Sambar (Corvus unicolor) yang telah ditangkarkan.

Kawasan Bukit Bangkirai juga kaya akan anggrek alam yang tumbuh secara alami di pepohonan yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sedikitnya ada 45 jenis anggrek yang dapat dijumpai di kawasan ini, diantaranya adalah Anggrek Hitam (Coelegyne pandurata) yang sangat terkenal dan menjadi salah satu maskot Kalimantan Timur. Selain pembudidayaan anggrek-anggrek alam, juga dilakukan pengembangan anggrek silangan seperti Anggrek Kala, Anggrek Apple Blossom dan Anggrek Vanda. Selain kebun anggrek, kawasan wisata alam ini juga dilengkapi dengan kebun buah-buahan seluas 4 hektare.

Untuk menjaga keutuhan dan kelestarian pohon bangkirai di kawasan ini, pihak pengelola Bukit Bangkirai menawarkan program Adopsi Pohon kepada para sponsor atau donatur untuk menjadi “orangtua asuh” bagi pohon-pohon bangkirai yang dikehendaki. Saat ini pengadopsian pohon tersebut banyak dilakukan oleh pihak VIVO JICA Japan. Anda tertarik untuk mengadopsi sebuah pohon? Datanglah ke Bukit Bangkirai, berekreasi sambil melestarikan alam.

Pendekatan dan Prinsip Geografi

 Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi geografi tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami, yaitu:

  1. obyek studi geografi (Obyek studi geografi adalah fenomena geosfere yang meliputi litosfere, hidrosfera, biosfera, atmosfera, dan antrophosfera), dan
  2. pendekatan geografi

Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat menunjukan jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak pada pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga pendekatan, yaitu:

  1. pendekatan keruangan,
  2. pendekatan kelingkungan, dan
  3. pendekatan kompleks wilayah
a. Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997).

Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
“….belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.

b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.

Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3) mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.

c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan kompleks pula.

Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah, sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama
2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota
Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan, pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan.
1. Keruangan, analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran, penggunaan ruang dan perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan dikumpulkan data ruang disuatu tempat atau wilayah yang terdiri dari data titik (point), data bidang (areal) dan data garis (line) meliputi jalan dan sungai.
2. Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu permasalahan geografi, fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek manusia dalam suatu ruang.
3. Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan masalah dalam ruangan, interaksi antar/variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan kewilayahan merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan antara keduanya.
Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif-alternatif pemecahan.

Pengertian Geografi

 

  1. Prof. Bintarto : Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan.
  2. Claudius Ptolomeus : mempelajari hal, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia dan mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.
  3. Erastothenes : geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bumi.
  4. Ellsworth Hunthington: memandang manusia sebagai figur yang pasif sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya.
  5. Menurut Erastothenes, geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bumi.
  6. Menurut Claudius Ptolomaeus, geografi adalah suatu penyajian melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan bumi.
  7. John Mackinder (1861-1947) seorang pakar geografi memberi definisi geografi sebagai satu kajian mengenai kaitan antara manusia dengan alam sekitarnya.
  8. Ekblaw dan Mulkerne mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati.
  9. Preston E. James mengemukakan geografi berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati permukaan bumi. Geografi selalu berkaitan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan habitatnya.
  10. Menurut Ullman (1954), Geografi adalah interaksi antar ruang.
  11. Maurice Le Lannou (1959)mengemukakan bahwa Objek study geografi adalah kelompok manusia dan organisasinya di muka bumi.
  12. Paul Claval (1976) berpendapat bahwa Geografi selalu ingin menjelaskan gejala gejala dari segi hubungan keruangan.
  13. Suatu definisi yang lain adalah hasil semlok (seminar dan lokakarya) di Semarang tahun 1988. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan.
  14. UNESCO (1956) mendifinasikan geografi sebagai: 1. satu agen sintesis; 2. satu kajian perhubungan ruang; 3. sains dalam penggunaan tanah.